Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Aluminium Diprediksi Bullish Tahun Ini

Harga aluminium diharapkan menguat atau mengalami bullish pada 2016 seiring dengan pemangkasan produksi China sebagai pemasok terbesar di pasar global.
 Harga aluminium diharapkan menguat atau mengalami bullish pada 2016 seiring dengan pemangkasan produksi China.
Harga aluminium diharapkan menguat atau mengalami bullish pada 2016 seiring dengan pemangkasan produksi China.

Bisnis.com, JAKARTA - Harga aluminium diharapkan menguat atau mengalami bullish pada 2016 seiring dengan pemangkasan produksi China sebagai pemasok terbesar di pasar global.

Direktur United Company Rusal Steve Hodgson menyampaikan, rendahnya harga komoditas aluminium sejak tahun lalu memangkas proyeksi pertumbuhan produksi di China. Oleh karena itu, pasar akan mengalami defisit hingga 2 juta ton pada tahun ini dibandingkan 1,1 juta ton di 2015.

Sebagai salah satu produsen aluminium terbesar di dunia, Steve menyadari urgensi pengurangan kapasitas pasokan untuk menstabilkan harga lebih lanjut.

Perusahaan raksasa lainnya, Alcoa Inc memangkas produksi sejak tahun lalu karena harga sudah turun 12%. Saat itu, perlambatan pertumbuhan China sebagai konsumen terbesar di dunia mendorong harga ke titik terendah dalam lima tahun terakhir pada November 2015. '

Pada perdagangan Rabu (13/4) harga alumunium di LME naik 1,7% menjadi US$1.559 per ton. Sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat sebanyak 4,7%.

Steve melihat defisit pasokan aluminium pada tahun ini, termasuk Negeri Panda, sekitar 1,2 juta ton. Adapun Alcoa memprediksi selisih sebanyak 1,1 juta ton.

"Di China, produsen mengambil langkah-langkah fleksibel. khususnya bagi perusahaan yang smelternya mengalami kerugian," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (14/4/2016).

Data International Aluminium Institute (IAI) menunjukkan, produksi alumunium pada dua bulan pertama  2016 turun 2,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi 8,922 juta ton. Rerata porduksi harian di Januari ialah 152.700 ton dan Februari sebanyak 144.400 ton.

China berkontribusi 2,48 juta ton pada Januari dan 2,07 ton di Februari, atau level terendah sejak November 2012. Steve memprediksi permintaan global akan tumbuh 5,7% tahun ini, bahkan akan terus di tingkat yang sama hingga lima tahun ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper