Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Harga Minyak 2016: WTI US$35, Brent US$37

Masih berlebihnya tingkat suplai dibandingkan permintaan membuat tren harga minyak tahun ini bakal bearish. Pada 2016, rerata harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sejumlah US$35 per barel, dan Brent di level US$37 per barel.n

Bisnis.com, JAKARTA--Masih berlebihnya tingkat suplai dibandingkan permintaan membuat tren harga minyak tahun ini bakal bearish. Pada 2016, rerata harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sejumlah US$35 per barel, dan Brent di level US$37 per barel.

Laporan Departemen Industri Inovasi dan Sains Australia menyebutkan setelah meningkat pada semester I/2015, harga minyak turun di paruh kedua akibat menguatnya pasokan OPEC, melemahnya permintaan, serta  prospek kembalinya Iran ke pasar ekspor. Rerata harga tahun kemarin turun 47% (y-o-y), dengan WTI senilai US$49 per barel dan Brent di level US$53 per barel.

Tahun lalu, produksi minyak global tumbuh 2,8% mencapai rerata 96,4 juta barel per hari. Adapun pada 2016 penyedotan emas hitam diprediksi naik tipis sebanyak 0,1% menuju ke 96,5 juta barel per hari.

Meski diperkirakan suplai bakal terus bertumbuh pada 2016 melebihi tingkat permintaan, tetapi sejumlah upaya pengurangan produksi dapat memangkas penurunan harga ke titik lebih rendah. Adapun rerata harga minyak mentah pada tahun ini untuk WTI ialah US$35 per barel dan Brent sebesar US$37 per barel.

Jumlah stok diperkirakan menurun di 2017 seiring dengan kenaikan tingkat konsumsi. Harga emas hitam pun diproyeksi mulai bertumbuh secara perlahan. Hingga 2021, rerata harga WTI berada di level US$58 per barel, sedangkan Brent mencapai US$60 per barel.

Harga minyak yang rendah diharapkan mendorong negara-negara produsen menurunkan tingkat penyedotan. Namun, pasokan OPEC diprediksi meningkat 1,9% pada 2016, dan setelahnya memperlambat pertumbuhan tahunan menuju 0,5% pada 2021.

Merosotnya harga memberikan tekanan kepada negara anggota OPEC untuk menyeimbangkan anggaran belanja modal. Di satu sisi, mereka tetap berusahaan mempertahankan pangsa pasar, sehingga enggan mengurangi suplai.

Arab Saudi yang merasakan tekanan fiskal mulai merencanakan kenaikan harga bensin untuk konsumsi domestik sebesar 50%. Kuwait juga mempertimbangkan peningkatan serupa, meskipun menjadi salah satu negara OPEC yang fiskalnya hanya sedikit terjatuh.

"Secara keseluruhan, tingkat produksi global sudah mulai dikurangi sejak 2015. Rata-rata pemotongan belanja modal perusahaan minyak mentah sebesar 24% atau setara dengan pemangkasan 20 miliar barel pasokan dunia," papar laporan seperti dikutip Bisnis.com, Senin (11/4/2016).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper