Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pergerakan IHSG: Sektor Tambang Rebound, Properti Jawara

Saham sektor pertambangan tampak mulai rebound pada tahun ini dengan lonjakan 17,43% seiring dengan optimisme pelaku pasar terhadap pulihnya harga komoditas.
Ilustrasi/JIBI-Nurul Hidayat
Ilustrasi/JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA--Saham sektor pertambangan tampak mulai rebound pada tahun ini dengan lonjakan 17,43% seiring dengan optimisme pelaku pasar terhadap pulihnya harga komoditas.

Dari data yang dihimpun Bisnis.com, saham sektor pertambangan baru menanjak pada tahun ini dalam lima tahun terakhir yang paling terhempas. Padahal, rata-rata saham sektor tambang merosot 15,45% sejak 2012 hingga akhir pekan lalu.

Sebaliknya, saham sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan, menjadi pemenang dengan membukukan rerata lonjakan 19,21% dalam lima tahun terakhir.

Bila dilihat dari kinerja emiten sektoral, tahun lalu menjadi pencapaian terburuk emiten sektor pertambangan dalam beberapa tahun belakangan. Capaian sepanjang periode 2015 itu tercermin dari penurunan harga saham sektor pertambangan tahun lalu sebesar 40,75%.

Ekonom Prasetya Mulya School of Business and Economic Lukas Setia Atmadja menilai lonjakan harga saham sektor pertambangan sejak awal tahun terjadi lantaran unsur valuasi terbilang under price dan optimisme pelaku pasar terhadap mulai harga minyak dunia yang mulai rebound.

Sejumlah saham emiten pertambangan seperti PT Indika Energy Tbk. (INDY), PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) dan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. (PTBA), terbilang memiliki valuasi yang rendah.

Kemudian, lonjakan tinggi saham sektor pertambangan terjadi karena sempat membaiknya harga minyak mentah dunia ke level US$40 per barel setelah menyentuh titik terendah di bawah US$30 per barel. Namun, harga minyak mentah kembali lunglai, sehingga lonjakan harga saham sektor tambang dinilai hanya spekulasi jangka pendek.

"Tren dalam jangka panjang, harga batu bara kurang bagus. Investor patut berhati-hati dengan naiknya saham-saham sektor pertambangan ini. Investasi untuk jangka panjang tidak nyaman, ini hanya short term gain," katanya kepada Bisnis.com, Minggu (10/4/2016).

Dia menilai, sektor pertambangan sangat bergantung pada siklus bisnis emiten. Mayoritas kinerja emiten tambang sepanjang tahun lalu terbilang merosot cukup dalam.

Jika investor memutuskan untuk masuk ke saham sektor pertambangan sekarang, katanya, risiko yang harus ditanggung akan adanya spekulasi terbilang tinggi. Dia menduga, lonjakan saham sektor tambang terjadi akibat adanya dorongan dari spekulan besar yang kemudian suatu saat bakal dilepas.

Untuk itu, Lukas tidak menyarankan agar investor mengoleksi saham-saham sektor pertambangan untuk investasi jangka panjang. Pasalnya, masih banyak sektor-sektor lain yang diproyeksi memberikan return tinggi tetapi memiliki risiko lebih rendah.

"Lebih nyaman dengan saham-saham perusahaan yang dibutuhkan banyak orang, seperti consumer goods, finansial, farmasi. Sebetulnya sektor farmasi itu cukup bagus, tapi eksposure biaya dalam dolar yang cukup tinggi membuat perlu hati-hati dengan risiko kurs. Emiten rokok juga bagus," tuturnya.

Di sisi lain, pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI Rate) diproyeksi bakal berdampak pada sektor perbankan dan properti. Keinginan pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan jalan penurunan BI Rate diproyeksi bakal mendorong laju IHSG.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meminta perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit di bawah 10%, serta kondisi iklim politik mulai tenang, diprediksi turut membawa optimisme di kalangan pelaku pasar. Pemerintah diharapkan dapat segera merealisasikan paket kebijakan yang dirilis agar IHSG kian melaju.

Menurutnya, saham sektor-sektor yang perlu diwaspadai ke depan adalah emiten dengan eksposure tinggi terhadap dolar AS. Tiga bulan pertama tahun ini, investor asing cukup banyak masuk dan menjadikan kurs rupiah menguat. Perusahaan dengan biaya dolar AS tinggi dipastikan akan tertekan bila kurs dolar AS kembali menguat.

Laju IHSG pada paruh pertama tahun ini diproyeksi bakal menembus level 5.000 setelah pada April 2015 sempat menyentuh angka tertinggi sepanjang sejarah. Prediksi ditembusnya level 5.000 itu bergantung pada kinerja emiten pada kuartal I/2016 tanpa diganggu oleh kenaikan Fed Fund Rate (FRR) oleh Federal Reserve.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper