Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mayoritas Mata Uang Asia Merosot, Rupiah Awal Pekan Turun 0,33%

Saat mayoritas mata uang Asia terdepresiasi, kurs rupiah juga ikut terseret turun 0,33% akibat mengawasi keputusan The Fed yang akan menaikkan suku bunga pada Desember.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Saat mayoritas mata uang Asia terdepresiasi, kurs rupiah juga ikut terseret turun 0,33% akibat mengawasi keputusan The Fed yang akan menaikkan suku bunga pada Desember.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan mata uang di pasar spot awal pekan ini, Senin (30/11/2015), kurs rupiah ditutup terdepresiasi 46 poin atau 0,33% ke level Rp13.847/US$.

Pelemahan rupiah seiring dengan melemahnya mayoritas mata uang di Asia. Sepanjang hari ini, rupiah bergerak pada level terkuat Rp13.794/US$ dan terlemah Rp13.856/US$.

Rangga Cipta, analis PT Samuel Sekuritas Indonesia, mengatakan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat pada perdagangan hari ini, masih menghadapi tekanan penguatan dolar AS.

“Hari ini pelemahan rupiah berpeluang berlanjut, melihat belum surutnya penguatan dollar di pasar global walaupun sentimen positif dari inflasi November 2015 yang rendah bisa membawa sentimen positif.,” ujarnya.

Dikemukakan kombinasi antara buruknya data ekonomi Jepang dan Zona Euro yang mendorong pelemahan yen serta euro, berhasil memicu sentimen penguatan dolar yang ditunjukkan oleh dollar index yang bertahan di atas 100.

Akan tetapi, di sisi lain data ekonomi AS juga belum segitu baiknya sehingga menyisakan harapan kenaikan suku bunga the Fed sebagai fondasi utama penguatan dollar - imbal hasil US Treasury relatif stabil di kisaran 2,2%.

“Dollar index bertahan di atas 100, FOMC meeting perlahan jadi fokus,” kata Rangga.

Pada saat bersamaan, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) merosot ke level terlemah dalam 7 pekan terakhir.

Data yang diterbitkan Bank Indonesia menempatkan Jisdor level di Rp13.840/US$, merosot 93 poin atau terdepresiasi 0,68% dari kurs kemarin. Level tersebut sama dengan kurs tengah BI.

Adapun, kurs transaksi yang dipatok BI mencapai Rp13.909/US$ untuk kurs jual. Sedangkan, kurs beli dipatok Rp13.771/US$.

Belum lama ini, BI mengumumkan data cadangan devisa (Cadev) per 31 Oktober 2015 yang tersisa US$100,7 miliar atau turun US$1 miliar setara dengan Rp13,5 triliun untuk intervensi kurs rupiah selama sebulan.

Posisi Cadev per akhir Oktober 2015 lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir September 2015 yang mencapai US$101,7 miliar. Cadev tersebut cukup untuk membiayai 7,1 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Sejak Juli 2015 silam, BI tercatat telah menguras Cadev US$6,85 miliar setara dengan Rp92,47 triliun. Pada Juli lalu, Cadev RI masih mencapai US$107,55 miliar.

Adapun, suku bunga acuan atau BI Rate yang dipertahankan pada level 7,5% pada 17 November 2015.

 

Berikut kurs rupiah di pasar spot:

Tanggal

Level (Rp/US$)

Perubahan (%)

30 November

13.847

-0,33

27 November

13.801

-0,43

26 November

13.742

-0,38

25 November

13.690

+0,20

24 November

13.718

+0,03

Sumber: Bloomberg.

Berikut kurs Jisdor Bank Indonesia:

Tanggal

Level (Rp/US$)

Perubahan (%)

30 November

13.840

-0,68

27 November

13.747

-0,10

26 November

13.733

-0,43

25 November

13.673

+0,36

24 November

13.723

-0,20

Sumber: Bank Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper