Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meneropong Transformasi BUMN Tambang

Menjelang akhir 2015, harga komoditas tambang belum menunjukkan perbaikan. Kinerja sejumlah BUMN tambang seperti PT Bukit Asam (Persero) Tbk. dan PT Timah (Persero) Tbk. turut terkena dampak sampai kuartal III/2015. Bagaimana perkiraan pada 2016?
Aktivita tambang timah Belitung Timur/Bisnis.com
Aktivita tambang timah Belitung Timur/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang akhir 2015, harga komoditas tambang belum menunjukkan perbaikan. Kinerja sejumlah BUMN tambang seperti PT Bukit Asam (Persero) Tbk. dan PT Timah (Persero) Tbk. turut terkena dampak sampai kuartal III/2015. Bagaimana perkiraan pada 2016?

Tahun ini tampaknya bukan periode yang menggembirakan bagi Timah. Sampai kuartal III/2015, emiten berkode saham TINS itu membukukan laba bersih Rp10,58 miliar atau turun 97% dibandingkan dengan Rp454,85 miliar pada periode yang sama 2014.

Salah satu penyebab penurunan kinerja tersebut adalah koreksi harga komoditas timah. Sampai kuartal III/2015, harga rata-rata timah mencapai US$16.516 per ton atau turun 27,14% di banding kan dengan US$22.668 per ton.

Penjualan TINS meningkat 45,26% menjadi 22.754 ton pada kuar tal III/2015 dibandingkan dengan 15.664 ton pada kuartal III/2014. Sampai kuartal III/2015, produksi logam timah oleh perseroan meningkat 12,2% menjadi 20.870 ton dibandingkan dengan 18.601 ton.

Direktur Utama Timah Sukrisno mengatakan pihaknya menargetkan volume penjualan sekitar 30.000 ton timah pada 2016. Volume itu relatif tidak berbeda dibandingkan dengan perkiraan penjualan 30.000 ton sampai akhir 2015. “Bukan stagnan, kami ingin meningkatkan produksi itu kalau sudah menjadi penentu harga timah dunia,” katanya ketika ditemui pada akhir pekan lalu.

Pada 2016, TINS juga menargetkan dapat memproduksi bijih timah sebanyak 28.000 ton atau tidak berbeda dibandingkan de ngan target 28.000 ton pada 2015, serta produksi logam timah 30.000 ton, atau lebih tinggi dibandingkan target 29.000 ton pada tahun ini.

Sukrisno tetap memperkirakan harga rata-rata timah dapat mencapai US$20.000 per ton pada 2016. Apabila perkiraan harga ter sebut dapat tercapai, maka kinerja perusahaan diharapkan dapat terangkat pada 2016.

Pada 2016, perusahaan memperkirakan dapat mengumpulkan pendapatan sekitar Rp9 triliun-Rp10 triliun, atau meningkat 20%-30% dibandingkan dengan perkiraan pendapatan Rp7,5 triliun sepanjang 2015.

Dari pendapatan tersebut, Sukrisno belum bersedia memaparkan perkiraan laba bersih pada 2016 setelah pada tiga kuartal selama 2015 mengalami penurunan drastis. “Lihat semester I/2016 dulu, nanti saya rilis,” katanya.

Selain perbaikan harga komoditas, peningkatan kinerja Timah diharapkan dapat terwujud apabila terdapat peningkatan kontribusi kegiatan usaha nontimah, seperti sektor properti, galangan kapal, serta rumah sakit. Pada 2016, kontribusi usaha nontimah diperkirakan dapat mencapai 25%, setelah pada tahun ini diperkirakan hanya 5%-10%. “Suatu saat nanti semoga bisa 50%-50%,” katanya.

Stefanus Darmagiri, analis PT Danareksa Sekuritas, memaparkan pihaknya memperkirakan ekspor timah turun 7,8%-14,4% menjadi 65.000 ton-70.000 ton pada akhir 2015 dibandingkan dengan tahun lalu karena dampak peraturan di industri timah.

Dalam risetnya, Stefanus menilai ekspor yang lebih rendah itu akan memiliki dampak positif terhadap harga timah di waktu mendatang. Indonesia merupakan eksportir timah terbesar di dunia.

Sementara itu, BUMN tambang lainnya yaitu Bukit Asam juga tengah menghadapi sejumlah tantangan seperti harga komoditas pada 2015. Sampai kuartal III/2015, kinerja emiten berkode saham PTBA itu mengalami penurunan. Sepanjang Januari-September 2015, Bukit Asam membukukan laba bersih Rp1,5 triliun pada kuartal III/2015, atau turun 5,18% dibandingkan dengan Rp1,58 triliun pada periode yang sama 2014.

Perseroan membukukan pendapatan Rp10,5 triliun pada kuartal III/2015 atau tumbuh 8,74% di bandingkan dengan Rp9,65 triliun pada periode yang sama 2014.

Pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan yang dibukukan pada tahun lalu yakni mencapai 18,8% dibandingkan dengan Rp8,12 triliun pada kuartal III/2013.

Pencapaian kinerja tersebut terjadi di tengah penurunan harga jual yang terus berlangsung dengan harga jual rata-rata tertimbang Bukit Asam pada periode Januari-September 2015 turun 2% menjadi Rp712.099 per ton dibandingkan dengan Rp728.079 per ton pada periode yang sama 2014.

TRANSFORMASI

Pada 2016-2017, perusahaan menargetkan dapat melanjutkan proses transformasi dari perusahaan tambang batu bara menjadi perusahaan penyedia energi. Salah satu caranya adalah melalui pembangunan sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Bukit Asam telah menyelesaikan pembangunan sejumlah pembangkit listrik, yaitu PLTU Tanjung Enim 3 x 10 MW, PLTU Pelabuhan Tarahan 2 x 8 MW dan PLTU Banjarsari 2 x 110 MW. PLTU tersebut menggunakan bahan bakar batu bara.

Perseroan juga berencana menggarap PLTU 3x350 MW di Sumatera Utara dan PLTU Banko Tengah atau Sumsel 8 berkapasitas 2x620 MW.

Selain itu, Direktur Utama Bukit Asam Milawarma me maparkan perseroan pada saat ini tengah menyiapkan rencana pembangunan PLTU di Riau senilai US$1,8 miliar-US$2,2 miliar.

Pembangunan PLTU yang bekerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan perusahaan listrik asal Malaysia Tenaga Nasional Berhad (TNB) itu diharapkan dapat menghasilkan listrik untuk diekspor ke negara Asia Tenggara.

Menurutnya, sebelum PLTU itu dibangun, studi kelayakan (feasibility studies/FS) harus disetujui oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia. Setelah itu, investor bakal memproses pendanaan proyek tersebut selama 6 bulan-12 bulan pada 2016.

Setelah itu, konstruksi proyek PLTU dengan kapasitas sekitar 800 MW-1.200 MW itu diharapkan dapat berlangsung pada 2017. “Kalau FS selesai tahun ini, kalau disetujui pemerintah, dan pendanaan selesai paling lama satu tahun, 2017 mulai konstruksi,” katanya pekan lalu.

William Simadiputra, analis DBS Vickers Securities, memaparkan pihaknya yakin tidak semua cadangan tambang milik Bukit Asam akan menguntungkan di tengah harga batu bara pada saat ini.

“Bagaimanapun, proyeksi penghasilan perusahaan tidak perubah dan kami masih percaya proyek pembangkit listrik hanya akan membuat sedikit kontribusi terhadap penghasilan konsolidasi pada dua tahun mendatang,” papar William dalam riset yang dirilis belum lama ini.

Meneropong Transformasi BUMN Tambang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yodie Hardiyan
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Selasa (17/11/2015)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper