Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Mulai Rebound, Waspadai China dan Abaikan The Fed

Indeks harga saham gabungan mulai rebound. Namun, investor disarankan untuk mewaspadai sentimen dari China dan mengesampingkan efek rencana penaikan suku bunga Federal Reserve.
Papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat dari kaca mata karyawan saat di Bursa Efek Indonesia/Bisnis-Abdullah Azzam
Papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat dari kaca mata karyawan saat di Bursa Efek Indonesia/Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan mulai rebound. Namun, investor disarankan untuk mewaspadai sentimen dari China dan mengesampingkan efek rencana penaikan suku bunga Federal Reserve.

Pada perdagangan hari ini, Rabu (7/10/2015), IHSG naik 0,93% ke 4.487,13. Penaikan tersebut menandai gerak rebound IHSG setelah pada Senin menguat 3,23% disusul pada Selasa ditutup naik 2,35%.

Menguatnya IHSG seiring dibukukannya beli bersih investor asing. Sepanjang hari, investor asing mencatatkan beli bersih Rp222 miliar sehingga total jual bersih selama tahun berjalan ini tergerus menjadi Rp11,84 triliun.

Haryanto T. Budiman, Managing Director Senior Country Officer Indonesia J.P Morgan Chase Bank N.A., mengatakan salah satu ketidakpastian yang perlu diwaspadai adalah kondisi China.

"Ada yang bertanya, devaluasi 2% di China itu cukup? Padahal, yen Jepang sudah terdepresiasi berapa, won Korea berapa, tidak mungkin 2% China kan kecil," katanya saat berbincang dengan Bisnis.com.

Menurutnya, yuan China juga akan masuk special growing rate untuk dana moneter internasional (IMF). Artinya, untuk masuk ke IMF, harga yuan China harus merefleksikan sesungguhnya.

Untuk itu, sambungnya, China melakukan rentang perdagangan yang disebut devaluasi sebesar 2%. Devaluasi yang hanya 2% saja sudah bikin ekonomi global terguncang.

"China ini harus hati-hati. Yang terjadi di China itu akan berdampak terhadap seluruh mata uang," paparnya.

Jika mau jujur, sambungnya, nilai tukar rupiah memang turun. Namun, mata uang lainnya juga melemah, termasuk mata uang Malaysia, Brasil, Turki, Jepang, Australia, Selandia Baru, Norwegia, dan lain-lain juga terdepresiasi.

Baginya, pelemahan rupiah tidak bisa menyalahkan pemerintah. Pasalnya, yang terjadi semua mata uang terdepresiasi. Solusi yang tengah dicari oleh pemerintah tidaklah mudah.

"Ini kondisi globalnya memang seperti itu. Ada isu suku bunga The Fed, China, hingga harga komoditas masih tertekan," katanya.

Sementara itu, perbedaan pertumbuhan antara emerging market dengan negara maju yang biasanya lebar, kini kian sempit. Artinya, emerging market tumbuh tidak sebesar yang diharapkan.

Dia menjelaskan, harus dipahami bersama bahwa perlambatan ekonomi tidak hanya terjadi di Indonesia. Perlambatan ekonomi bukan murni kesalahan pemerintah saat ini.

"Jadi terus terang kami dukung apa yang dilakukan pemerintah," tuturnya.

Adapun, bila harus diwaspadai, sentimen China lebih menghawatirkan ketimbang rencana penaikkan suku bunga oleh The Fed. Menurutnya, The Fed akan dikhawatirkan bila kenaikan suku bunganya akan drastis.

Kendati demikian, dia menilai, The Fed tidak akan melakukan penaikkan suku bunga lebih dari 100 basis poin. Jika The Fed hanya menaikkan suku bunga kurang dari 25 bps, dia menilai hal itu tidak akan berdampak bagi investor.

"Isu The Fed sudah mulai dikesampingkan. Tidak ada dampaknya. Sudah irrelevant, yang dikhawatirkan di China," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper