Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Relatif Stabil, Reksa Dana Pendapatan Tetap Bisa Jadi Pilihan

Investor dinilai bisa mengganti instrumen investasinya dari reksa dana saham ke reksa dana pendapatan tetap. Sepanjang tahun berjalan ini, kinerja return reksa dana pendapatan tetap jauh lebih baik dibandingkan dengan reksa dana terbuka lainnya.
Edukasi dalam investasi reksa dana/www.sam.co.id
Edukasi dalam investasi reksa dana/www.sam.co.id

Bisnis.com, JAKARTA— Investor dinilai bisa mengganti instrumen investasinya dari reksa dana saham ke reksa dana pendapatan tetap. Sepanjang tahun berjalan ini, kinerja return reksa dana pendapatan tetap jauh lebih baik dibandingkan dengan reksa dana terbuka lainnya.

Berdasarkan data PT Infovesta Utama, sepanjang tahun berjalan ini (per 30 September 2015), reksa dana pendapatan tetap mencatatkan return -1,45%. Memang negatif. Namun, bila dibandingkan dengan kinerja return reksa dana saham yang mencapai-23,03% dan reksa dana campuran yang -12,58%, tentu reksa dana berbasis obligasi tersebut lebih bisa dijadikan pilihan.

Vilia Wati, analis PT Infovesta Utama mengatakan jika dilihat pergeraknya sepanjang tahun berjalan, sebenarnya reksa dana juga terkoreksi. Lebih tepatnya sejak pertengahan tahun. Di mana pada Maret 2015, kinerja year to date (ytd) rata-rata reksa dana pendapatan tetap sempat mencapai 4%.

“Namun, memang koreksi yang terjadi pada reksa dana pendapatan tetap relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang dialami oleh reksa dana saham,” kata Vilia kepada Bisnis.com, belum lama ini.

Adapun, salah satu penopangnya adalah masih stabilnya kepemilikan investor asing pada pasar surat utang negara (SUN) sehingga koreksi pada pasar SUN cenderung lebih minim. Selain itu, juga didukung oleh kontribusi kinerja obligasi korporasi yang cenderung stabil. Sepanjang tahun berjalan ini, return obligasi korporasi tercatat tumbuh 5,28%.

Hanif Mantiq, Senior Fund Manager PT BNI Asset Management mengatakan pada awalnya komposisi untuk produk reksa dana pendapatan tetap perseroan adalah 100% obligasi korporasi. Namun, sejak sebulan-dua bulan belakangan, perseroan mengubah komposisi menjadi 50% di pasar SUN, dan 50% di obligasi korporasi.

“Kami memindahkan sebagian ke SUN yang jangka panjang. Memang beberapa waktu lalu sempat yieldnya hampir 10% itu, tapi sekarang mulai ke arah normal kembali, ke depan akan terus membaik,” kata Hanif saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (6/10/2015).

Dia menilai, pasar SUN sudah mulai pulih saat ini. Bila September semua sentiment negatif merasuki pasar SUN, kini perlahan-lahan di Oktober sudah mulai membaik. Salah satu faktornya adalah nilai tukar rupiah yang sudah mulai menguat. “Obligasi pemerintah lebih baik untuk saat ini.”

Wahyu Trenggono, Direktur PT Penilai Harga Efek Indonesia (Indonesia Bond Pricing Agency/IBPA) mengatakan tingka volatilitas di pasar obligasi, khususnya obligasi korporasi tidak setinggi di pasar saham. Dengan demikian, tidak ada salahnya para fund manager untuk melakukan shifting pada underlying asset-nya ke obligasi korporasi.

“Sepanjang tidak melanggar kontrak mereka tidak apa-apa, apalagi pada situasi ksrisis. Kalau masyarakat negara maju, akan jual saham dan pindah ke obligasi, atau pegang cash. investor perlu mencari instrumen dengan potensial lost yang lebih kecil,” jelas Wahyu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper