Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Sawit Diprediksi Kian Tertekan

Harga minyak sawit diperkirakan belum akan menunjukkan pemulihan, bahkan diprediksi akan semakin mengalami tekanan hingga akhir tahun. Pemerintah diminta segera merealisasikan program B15 untuk meningkatkan permintaan dalam negeri.
Seorang pekerja memuat bongkahan kelapa sawit ke atas mobil truk di pinggir jalan raya Palembang-Prabumulih, Sumsel/Antara
Seorang pekerja memuat bongkahan kelapa sawit ke atas mobil truk di pinggir jalan raya Palembang-Prabumulih, Sumsel/Antara

Bisnis.com, JAKARTA  – Harga minyak sawit diperkirakan belum akan menunjukkan pemulihan, bahkan diprediksi akan semakin mengalami  tekanan hingga akhir tahun. Pemerintah diminta segera merealisasikan program B15 untuk meningkatkan permintaan dalam negeri.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan kemungkinan tersebut didasari oleh masih belum adanya tanda-tanda akan ada pemulihan harga minyak dunia, yang menjadi faktor utama fluktuasi harga minyak sawit dunia.

“Memang saya kira untuk sampai akhir tahun, kita belum bisa berharap banyak akan terjadi satu recovery harga minyak sawit dunia. Karena ini kan harga minyak dunia jatuh, turun. Sementara sekarang ini volatilitas sawit itu sangat terkait dengan harga minyak dunia,” kata Fadhil.

Fadhil mengatakan, harga minyak kemungkinan justru akan semakin mengalami tekanan karena negara-negara produsennya seperti Arab Saudi terus menggenjot produksi. Belum lagi, jika Iran masuk ke pasar, sehingga akan menambah pasokan. Serta semakin efisiennya produksi Amerika Serikat.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi dunia juga terus mengalami koreksi. Akibatnya, negara pengimpor minyak sawit Indonesia seperti China mengalami perlambatan yang kemudian juga berimbas terhadap harga minyak sawit dunia.

Kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya produksi minyak nabati lain seperti kedelai. Akibatnya pasokan minyak nabati dunia akan mengalami oversupply. Adapun, Fadhil memperkirakan harga akan bergerak pada kisaran US$500/ metrik ton – US$550/ metrik ton.

Dengan kondisi tersebut, Fadhil berharap, program biodiesel B15 bisa dipercepat dan dijalankan secara efektif. Dengan adanya tambahan permintaan dari dalam negeri, pasokan ekspor akan berkurang sehingga akan memberikan dorongan terhadap harga.

Tetapi, lanjutnya, hal tersebut juga akan tergantung pada pasokan di pasar internasional. Jika Indonesia mengurangi pasokan ekspornya, ada kemungkinan permintaan yang kosong akan diisi oleh Malaysia atau negara lainnya.

“Tapi kalau kita semakin banyak menggunakan dalam negeri pasti akan semakin baik.”

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan, meyikapi perkembangan situasi saat ini, BPDP Sawit telah melakukan konsolidasi dengan industri sawit Indonesia. Dirinya mengakui, beberapa bulan ke depan kondisi mungkin akan lebih sulit lagi.

“Namun petani dan industri sawit masih cukup optimis. Paling tidak pohon sawitnya masih ada dan berbuah, pabriknya sudah berdiri dan berproduksi. Dan kita punya industri yg paling kompetitif di dunia. Kalau kita saja kesulitan maka pesaing-pesaing kita akan lebih sulit lagi,” kata Bayu.

Bayu meyakini, bahwa kondisi saat ini akan segera berakhir dan akan keseimbangan baru akan tercapai. Pasar diyakini akan kembali tumbuh, dan Indonesia diperkirakan menjadi yang paling siap untuk mengisi pasar tersebut. Keyakinan tersebut didasari dengan sudah adanya langkah strategis Indonesia, yaitu dengan meningkatkan konsumsi biodiesel dalam negeri dan replanting. Kedua hal tersebut meningkatkan permintaan sekaligus mengurangi pasokan di pasar dunia.

Berdasarkan data BPDP, sampai dengan 31 Agustus kemarin, produsen biodiesel sawit telah menyalurkan sebanyak 9,7juta liter biodiesel ke Pertamina. Jumlah tersebut baru sebagian pasokan yang dikirim melalui jalur darat. Sedangkan pengiriman besar, dengan menggunakan kapal, akan tiba dalam 1 – 2 hari ke depan sebesar 300.000 kilo liter yang merupakan bagian kontrak Oktober.

Sementara untuk Desember nanti, kontrak diperkirakan akan mencapai 400.000 kilo liter. Adapun pada 2016 nantii, kontrak kebutuhan Pertamina diperkirakan mencapai sekitar 2,5 kilo liter biodoesel untuk program public service obligation (PSO) dan sekitar 2,6 juta untuk non-PSO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Avisena

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper