Bisnis.com, JAKARTA – Sementara China dan Vietnam berlomba–lomba mendevaluasi mata uangnya untuk menggenjot ekspornya masing-masing, depresiasi rupiah yang turun lebih dalam yuan maupun dong, justru tidak begitu berimbas positif bagi ekspor Indonesia.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finances (Indef) Enny Sri Hartati menilai masih diandalkannya komoditas sebagai tulang punggung ekspor Indonesia membuat depresiasi rupiah tidak terlalu banyak berefek terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Menurut Enny, jika Indonesia bisa fokus untuk menjual produk ekspor dengan nilai tambah terbesar, maka setidaknya akan bisa meminimalisir kerugian. Dalam konsep spesialisasi perdagangan, lanjutnya, lebih baik satu negara berkonsentrasi untuk mempunyai barang dengan nilai tambah tertinggii sehingga memiliki daya saing.
“Untuk meningkatkan maksimal potensi, harus bisa memetakan produk-produk apa yang kita punya daya saing tinggi dan mempunyai nilai tambah terhadap perekonomian Indonesia,” kata Enny.
Pemetaan tersebut nantinya harus menjadi platform bersama oleh semua stakeholder pemerintah yaitu kementerian dan lembaga terkait untuk menentukan sektor prioritas dari sisi investasi dan industrialisasinya. Selain itu, pemetaan tersebut juga dilakukan untuk memastikan bahwa produk yang dijadikan prioritas memiliki pasarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel