Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Saham Indonesia di Posisi Paling Buncit

Kinerja indeks harga saham gabungan sepanjang tahun berjalan ini berada di posisi paling buncit dalam catatan Bursa Efek Indonesia. Hingga saat ini, pasar masih menunggu sentimen positif yang bisa mendongkrak kinerja indeks.
 Layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). JIBI/Nurul Hidayat
Layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). JIBI/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA-- Kinerja indeks harga saham gabungan sepanjang tahun berjalan ini berada di posisi paling buncit dalam catatan Bursa Efek Indonesia. Hingga saat ini, pasar masih menunggu sentimen positif yang bisa mendongkrak kinerja indeks.

Berdasarkan data Bursa Efek Indoensia (BEI), sepanjang tahun berjalan ini, pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di posisi paling buncit dibandingkan dengan indeks acuan dunia yang tercatat di BEI.

Pertumbuhan IHSG tercatat -5,87% atau berada di posisi 13. Kemudian, di atas Indonesia persis ada indeks Malaysia FTSE BM dengan pertumbuhan -2,52%.

Lalu, indeks FTSE ST Singapura dengan pertumbuhan -0,45% dan indeks DJIA Amerika Serikat di posisi -0,09%. Sementara itu, pertumbuhan indeks paling tinggi ditempati oleh index SSE Comp China dengan 39,98%, disusul oleh index Nikkei 225 Japan dengan pertumbuhan 19,03% dan indeks Hang Seng Hong Kong dengan 15%.

Satrio Utomo, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia, mengatakan IHSG bisa mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi bila rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2015 sesuai dengan ekspetasi pasar. Bila tetap buruk atau tidak sesuai harapan, ada kemungkinan akan semakin buruk.

“Saya tidak tahu sampai kapan karena harus dilihat dulu pertumbuhan ekonomi kuarta II. Kalau sudah recovery, maka pertumbuhan IHSG bisa bagus,” katanya kepada Bisnis,Kamis (25/6).

Menurutnya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II/2015 pemerintahh harus cepat merealisasikan belanja modal untuk proyek-proyek infrastruktur. Selain itu, Presiden Jokowi juga sebaiknya melakukan pergantian beberapa menteri yang ada dalam kabinetnya.

Dia menilai sejumlah menteri Jokowi saat ini tidak bekerja secara maksimal, banyak yang tidak kreatif.

“Namun sepertinya Jokowi belum berani dengan Megawati. Jadi saya tidak tahu harus solusi apa lagi. Kalau pemerintah mau kasih stimulus juga percuma, sudah tidak semangat,” jelasnya.

Pada intinya, saat ini investor masih menunggu rilis rilis data ekonomi kuartal II, termasuk kinerja emiten. Biasanya, kinerja pertumbuhan ekonomi dan kinerja emiten akan merefleksikan pasar ke depannya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Riendy Astria
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper