Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LOGAM INDUSTRI: Manufaktur China Tumbuh, Harga Menguat

Harga logam industri menguat setelah data Purchasing Manager Index Manufacturing China versi HSBC dan Markit Economics pada bulan ini mencatatkan kenaikan setelah dua bulan sebelumnya turun.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, SHANGHAI – Harga logam industri menguat setelah data Purchasing Manager Index Manufacturing China versi HSBC dan Markit Economics pada bulan ini mencatatkan kenaikan setelah dua bulan sebelumnya turun.

Pada perdagangan hari ini sampai pukul 11:26 WIB, harga tembaga untuk pengiriman 3 bulan di London Metal Exchange (LME) naik 0,5% menjadi US$6.248 per metrik ton, sedangkan harga tembaga di New York Commodity Exchange (COMEX) naik 0,49% menjadi US$2,84 per  pon atau US$6.248 per metrik ton.

Sementara itu, harga seng untuk pertama kalinya menguat setelah sepekan terakhir melemah. Harga seng naik 0,8% menjadi US$2.217 per metrik ton. Harga seng saat  ini tertekan oleh peningkatan pasokan di gudang LME ke level tertinggi dalam dua tahun terakhir.

Zhu Wenjun, analis Citic Futures Co., mengatakan hasil data Purchasing Manager Index (PMI) Manufacturing China versi HSBC dan Markit Economics yang meningkat bisa mensinyalkan permintaan fisik mulai meningkat.

“Pasar saat ini juga terus menunggu kebijakan pemerintah China untuk bisa mendorong PMI Manufaktur kembali ke atas 50,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Kamis (21/5/2015).

Tadi, pukul 09:45 waktu Beijing, HSBC dan Markit Economic mengeluarkan data PMI Manufaktur China pada bulan ini yang meningkat 0,4% menjadi 49,1 dibandingkan dengan bulan lalu.

Namun, indeks produksi manufaktur China malah mengalami penurunan 3,2% menjadi 48,4 dibandingkan dengan bulan lalu. Angka itu juga menjadi level terendah dalam tiga belas bulan terakhir.

Dikutip dari rilis HSBC dan Markit Economic, data PMI dan produksi manufaktur China belum menandakan sinyal perbaikan. Permintaan yang menyusut didukung aksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih berlanjut membuat manufaktur China sulit untuk ekspansi.

Lalu, dampak dari penurunan permintaan adalah pabrik-pabrik juga menurunkan produksinya.

“Selain itu, tekanan deflasi masuh cukup kuat, harga-harga terus mengalami penurunan, dan tampaknya  China membutuhkan stimulus  moneter lebih lanjut,” tulisnya dalam keterangan resmi. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Surya Rianto
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper