Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kepemilikan Reksa Dana di SBN Tertinggi Sejak 2011

Porsi kepemilikan surat berharga negara oleh reksa dana saat ini mencapai Rp50,68 triliun atau tertinggi sejak 2011. Meski pasar obligasi negara saat ini fluktuatif, pasar obligasi negara masih menarik minat investor reksa dana tahun ini.
Perkembangan kepemilikan asing terhadap SBN. / Bisnis
Perkembangan kepemilikan asing terhadap SBN. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -- Porsi kepemilikan surat berharga negara oleh reksa dana saat ini mencapai Rp50,68 triliun atau tertinggi sejak 2011. Meski pasar obligasi negara saat ini fluktuatif, pasar obligasi negara masih menarik minat investor reksa dana tahun ini.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), kepemilikan surat berharga negara (SBN) per April 2015 oleh reksa dana mencapai Rp50,68 triliun. Nilai tersebut tumbuh sekitar 10,68% dari perolehan akhir 2014 yang senilai Rp45,79 triliun.

Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (akhir 2013-8April 2014) yang hanya tumbuh 4% dari Rp42,50 triliun menjadi Rp44,20 triliun. Selain itu, nilai tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak 2011.

Pada 2011, kepemilikan reksa dana di SBN senilai Rp47,22 triliun dan pada 2012 senilai Rp43,19 triliun. Kemudian, pada 2013 dan 2014 tercatat Rp42,50 triliun dan Rp45,79 triliun.

Dilihat dari presentasenya, posisi kepemilikan reksa dana di SBN sekitar 3,87% atau naik tipis dibandingkan akhir tahun lalu yang 3,78%. Kepemilikan SBN paling besar dipegang oleh investor asing dengan posisi 38,47%.

Hans Kwee, Vice President PT Quant Kapital Investama mengatakan sebenarnya pasar saham tengah menarik. Hanya saja, fluktuasinya saat ini sangat tinggi. Apalagi, perekonomian Indonesia diprediksi melambat sehingga goncangan besar berpeluang menimpa pasar saham.

Lantaran hal tersebut, pasar obligasi negara merupakan instrumen yang dijadikan pilihan. Selain itu, risiko di pasar obligasi negara juga lebih baik saat ini. “Sehingga seharusnya cenderung aman. Saya lihat ada dua investasi reksa dana yang cukup menarik, pendapatan tetap yang assetnya memang obligasi dan pasar uang,” kata Hans kepada Bisnis, Senin (13/4).

Dia menilai, pasar obligasi negara juga tengah volatile. Namun, tidak setinggi fluktuasi di pasar saham. Dia mencontohkan, bila di pasar saham terjadi goncangan maka aksi jual bersih biasanya banyak dilakukan oleh investor. “Kalau di reksa dana yang obligasi, itu sesuai permintaan investor biasanya.”

Berdasarkan data PT Infovesta Utama per akhir Maret 2015, kinerja return reksa dana obligasi alias pendapatan tetap masih tertinggi dibandingkan dengan reksa dana saham dan campuran. Return reksa dana saham dan campuran tercatat masing-masing 2,47% dan 2,22%. Sedangkan reksa dana pendapatan tetap 3,11%.

Padahal, kinerja IHSG pada periode yang sama tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan Infovesta Government Bond Index (indeks acuan obligasi). Pertumbuhan IHSG pada periode tersebut sekitar 5,58%, sedangkan Infovesta Government Bond Index sekitar 4,45%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Riendy Astria
Editor : Setyardi Widodo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper