Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren Pelonggaran Moneter, Yellen: Ini Bukan Perang Kurs

Gubernur Federal Reserve Janet Yellen menilai tren pelonggaran moneter yang ditempuh sejumlah bank sentral tak tepat disebut sebagai perang kurs.
Janet Yellen /reuters
Janet Yellen /reuters

Bisnis.com, WASHINGTON - Gubernur Federal Reserve Janet Yellen menilai tren pelonggaran moneter yang ditempuh sejumlah bank sentral tidak tepat disebut sebagai perang kurs.

Yellen mengatakan kebijakan moneter sangat lumrah dipergunakan untuk memperbaiki kondisi perekonomian domestik. Penggunaan kebijakan tersebut bisa berdampak pada nilai tukar. Namun, menurut saya hal itu tak bisa disebut sebagai manipulasi mata uang, katanya di hadapan Kongres Amerika Serikat, Selasa (24/2/2015) waktu setempat.

Sebelumnya, sederet bank sentral dari Eropa hingga Australia kompak memangkas suku bunga acuan di tengah lesunya perekonomian global. Hal itu lantas memicu dugaan bahwa langkah tersebut sengaja ditempuh untuk melemahkan nilai tukar domestik dan memoles daya saing di perdagangan internasional alih-alih menggenjot pertumbuhan.

Yellen mengatakan manipulasi mata uang seharusnya justru dihindari oleh bank sentral. Bentuk manipulasi seperti itu tak sepatutnya dilakukan dan harus diatasi. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai mata uang termasuk laju pertumbuhan dan arus modal.

Dia menilai penerapan sanksi untuk negara yang diduga melakukan manipulasi mata uang bisa menghambat efektivitas kebijakan moneter. Belakangan, pemerintah AS memang tengah membahas beleid tentang sanksi tehadap rekan dagang yang disinyalir berlaku curang terhadap nilai mata uangnya.

Langkah itu ditempuh karena pemerintah Negeri Paman Sam merasa dirugikan dengan perlemahan mata uang global yang kian melambungkan nilai dolar. Tren tersebut mengikis daya saing produk asal AS karena dipandang lebih mahal. Keluhan juga datang dari berbagai pihak, terutama dari sektor industri manufaktur.

Menteri Keuangan AS bahkan telah mendesak negara anggota G-20 pada pertemuan di Istanbul tengah bulan ini agar menghentikan aksi melemahkan mata uang tersebut.

Namun, di tengah upaya tersebut the Fed justru diduga bersiap memasuki arena perang kurs. Perdebatan terkait hal itu dipicu oleh sikap Bank Sentral AS yang terus menunda kenaikan suku bunga acuannya.

Menanggapi hal tersebut, anggota kongres perwakilan dari Michigan Sander Levin mengatakan manipulasi nilai tukar harus ditindaklanjuti mengingat hal itu termasuk dalam perjanjian perdagangan AS, yakni Trans-Pasific Partnership(Kerja Sama Lintas Pasifik). Praktek itu, katanya, telah merugikan perdagangan dan berdampak terhadap jutaan pekerja.

Bloomberg mencatat, bulan lalu indeks dolar AS melejit ke level tertinggi sejak April 2009. Bahkan, apresiasi dolar terhadap euro dan yen selama setahun terakhir mencapai masing-masing 21% dan 16%. Dalam rilis notulensiFed Open Market Committee(FOMCminutes) Januari, the Fed menilai penguatangreenbackadalah faktor pemicu kontraksi ekspor.

Kepala analis mata uang global dari Brown Brothers Harriman & Co Brown Brothers Marc Chandler mengatakan ada perbedaan antara pemangkasan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan dengan depresiasi mata uang domestik dengan sengaja.

Ini adalah permainan yang berakhir negatif. Semuanya kalah dan tak menstimulus apapun karena hanya meminjam permintaan dari negara lain, katanya.[]

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper