Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KARET 2 OKTOBER: Thailand Tunda Penjualan 200.000 Metrik Ton Cadangan Karet

Pemerintah Thailand menunda penjualan terkontrak 200.000 metrik ton karet yang tersimpan di gudang milik negara, sebagai upaya meredakan ancaman protes dari petani komoditas itu.

Bisnis.com,JAKARTA - Pemerintah Thailand menunda penjualan terkontrak 200.000 metrik ton karet yang tersimpan di gudang milik negara, sebagai upaya meredakan ancaman protes dari petani komoditas itu.

Petipong Puengbun Na Ayudhya, Menteri Pertanian produsen terbesar karet itu mengatakan pihaknya tengah memeriksa kualitas dan kuantitas persediaan karet dan mengkaji strategi untuk memastikan komoditas mentah tersebut dijual dalam harga yang masuk akal.

"Saya memerlukan harga yang bagus untuk stok dan semacam perjanjian untuk membeli karet dari periode penyadapan berikutnya pada harga yang telah ditentukan," ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (2/10).

Langkah itu sejalan dengan permintaan para petani untuk transparansi perdagangan karet.

Harga karet Thailand, yang menguasai 34% produksi karet dunia, terpuruk 75% dari level pada 2011 menyusul pelambatan pertumbuhan ekonomi China.

Konsumen utama karet itu berencana memotong permintaannya dan menyebabkan melimpahnya suplai global.

Demi mengatasi hal tersebut, mantan perdana menteri Thailand Yingluck Shinawatra pada masa pemerintahannya meluncurkan program untuk membeli akumulasi cadangan karet yang tidak terbeli sebagai upaya meningkatkan pendapatan sektor pertanian.

Pasca kudeta Mei 2014, pemerintahan Junta militer yang kini berkuasa menolak program semacam itu dan akibatnya para petani mengancam akan melakukan protes besar-besaran. Ancaman itu membuat pemerintah memutar otak untuk menjual cadangan suplai karet.

“Kami harus memikirkannya dengan sangat hati-hati apakah (rencana penjualan cadangan) itu bisa merusak harga karet,” kata Petipong.

Pemerintah sedang mempertimbangkan langkah lebih lanjut untuk membantu petani tetapi telah mengesampingkan program pembelian untuk meningkatkan harga karena akan mendistorsi pasar yang ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper