Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MINYAK MENTAH: Saudi Perlu Pangkas Lagi Produksi, Jaga Harga di Atas US$100

Arab Saudi perlu mempertahankan pemangkasan produksi minyak untuk menjaga agar harga tetap berada di atas US$100 per barel, menyusul penurunan produksi terbesar kerajaan tersebut, demikian BNP Paribas SA dan Societe Generale SA.
Logo Negara-negara Pengeskpor Minyak (OPEC) di kantor pusat di Vienna, 10 Jun 2014. /reuters
Logo Negara-negara Pengeskpor Minyak (OPEC) di kantor pusat di Vienna, 10 Jun 2014. /reuters

Bisnis.com, LONDON - Arab Saudi perlu mempertahankan pemangkasan produksi minyak untuk menjaga agar harga tetap berada di atas US$100 per barel, menyusul penurunan produksi terbesar kerajaan tersebut, demikian BNP Paribas SA dan Societe Generale SA.

Eksportir minyak mentah terbesar di dunia ini melapori OPEC pekan lalu bahwa negara tersebut telah memompa 408.000 barel per hari pada bulan lalu, seperti yang diproduksi oleh Australia.

Sementara itu, kenaikan output di Iran, Irak dan Nigeria, telah menambah pasokan yang mendorong patokan kontrak minyak mentah Brent bergerak di bawah US$100 pada bulan ini untuk pertama kalinya sejak Juni 2013.

Arab Saudi kemungkinan harus memotong jumlah yang sama lagi untuk menstabilkan harga, kata BNP Paribas.

Pertumbuhan permintaan minyak global tahun ini akan menjadi terlemah sejak 2011, seperti shale booming AS yang berarti produksi minyak dari negara-negara di luar OPEC naik terbesar sejak 1980-an, menurut Badan Energi Internasional.

Kelebihan pasokan ini mendorong sebagian besar anggota OPEC Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, memotong harga kepada pelanggan.

"Kami berenang di minyak mentah, dan mereka tahu bahwa lebih baik daripada siapa pun karena mereka adalah eksportir terbesar," kata Mike Wittner, kepala riset pasar minyak di Societe Generale di New York.

"Sejarah menunjukkan bahwa Saudi hanya akan melakukan apa yang diperlukan."

Output Industri

Minyak mentah Brent diperdagangkan kurang dari US$99 per barel hari ini di London, dalam kisaran US$95 sampai US$110 digambarkan sebagai hal yang "adil" oleh Menteri Perminyakan Saudi Ali Al-Naimi pada pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak pada Juni.

Saat itu minyak diperdagangkan pada level US$98,77 pada pukul 08:57 di bursa ICE Futures Europe di London.

Futures jatuh ke US$96,21 pada 15 September, yang merupakan harga intraday terendah dalam 2 tahun, seiring dengan output industri China yang bertumbuh di laju terlemah sejak krisis keuangan global pada 2008.

China mengontribusi permintaan minyak dunia tahun ini sekitar 11%, sementara itu AS sebesar 21%, menurut IEA.

Arab Saudi memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan produksi OPEC pada 2008 dan 2009 karena permintaan negara yang menjalin kontrak dilanda krisis keuangan. Negara anggota OPEC mengontribusi pasokan 5 juta barel per hari dari pasar, memulihkan kembali harga dari sekitar U$30 pada akhir 2008 menjadi hampir US$ 80 setahun kemudian.

Kerajaan Arab Saudi "akan bertindak untuk menstabilkan dan kemudian menopang harga minyak, dan lebih dari itu adalah kepentingan, tetapi untuk kepentingan sesama anggota OPEC di Timur Tengah," kata Harry Tchilinguirian, kepala komoditas pasar strategi BNP di London, menulis dalam sebuah e-mail 11 September.

Media resmi Kementerian Minyak Saudi menolak untuk mengomentari kebijakan kerajaan saat dihubungi melalui telepon kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper