Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Normalisasi Kebijakan Ekonomis AS: Rupiah Masih Bertaji

Walau otoritas fiskal dan moneter terus mendengungkan pengaruh normalisasi kebijakan ekonomi Amerika Serikat tahun depan, terutama bagi nilai tukar, ekonom menilai rupiah masih cukup bertaji untuk menghadapi tantangan tersebut.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis
Bisnis.com, JAKARTA -- Walau otoritas fiskal dan moneter terus mendengungkan pengaruh normalisasi kebijakan ekonomi Amerika Serikat tahun depan, terutama bagi nilai tukar, ekonom menilai rupiah masih cukup bertaji untuk menghadapi tantangan tersebut.
 
Kepala Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai rupiah masih punya potensi menguat.
 
"Potensi penguatan rupiah masih besar. Malah saya memperkirakan di Rp11.300-Rp11.500 kalau pasar sangat confidence dengan pemerintah baru," papar Lana, Jumat (22/8/2014).
 
Walau begitu, bukan berarti kans rupiah terjerembap ke posisi di atas Rp12.000 praktis tertutup.
 
Jika pasar ramai-ramai menjual saham dan obligasinya lalu boyongan kembali ke pasar AS rupiah hampir pasti akan lengser.
 
Namun pada satu titik tertinggi, sambungnya, depresiasi nilai rupiah akan menjadi insentif bagi pasar untuk menjual dolarnya sehingga bisa mengimbangi penurunan nilai akibat capital outflow.
 
Menurutnya kisaran Rp12.200 bisa menjadi titik balik yang menolong agar rupiah tak terlalu terperosok.
 
Terlebih, kata Lana, kenaikan Fed fund rate adalah sesuatu yang sudah diantisipasi pasar.
 
Seharusnya hal itu takkan terlalu menggoncang pasar emerging market jika tidak ada kejadian luar biasa yang terjadi di dalam negeri.
 
Ditemui secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengungkapkan kenaikan Fed fund rate sebesar 100 basis poin tak melulu berdampak pada negara berkembang, tetapi juga pada perekonomian AS.
 
"Saya rasa mereka akan menaikkan secara bertahap, tidak mungkin langsung 1%. Itu berarti 4 kali lipat dan akan sangat berat untuk ekonomi Amerika," katanya.
 
Saat ini fed fund rate ada di kisaran 0%-0,25%. Konsensus pasar memproyeksikan kenaikan akan terjadi pada medio 2015.
 
Dia justru melihat adanya inkonsistensi asumsi makro pada RAPBN 2015. Saat pertumbuhan dipatok 5,6% nilai tukar justru ditargetkan terlampau rendah.
 
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan BI sudah memperhitungkan faktor tersebut dalam asumsi nilai tukar yang tercantum di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015, yaitu Rp11.800-Rp12.000 atau rerata Rp11.900 per dolar AS.
 
"Terus terang yang sekarang kita perhatikan adalah perkembangan di AS dan bagaimana kebijakan the Fed (Federal Rerserve) itu mempengaruhi negara berkembang. Kami selalu mempersiapkan diri menghadapi eksternal," katanya.
 
Menurutnya rencana kenaikan suku bunga the Fed atau Fed fund rate berpotensi memicu pembalikan dana yang berujung pada keluarnya dana asing dari pasar domestik. Kondisi itu bisa membuat rupiah anjlok.
 
Layaknya yang terjadi di akhir tahun lalu, rupiah sempat menembus level Rp12.200 ketika the Fed memutuskan mengurangi stimulus moneternya dengan mengurangi nilai pembelian obligasi bulanannya.
 
Padahal, tahun lalu pemerintah memasang asumsi nilai tukar pada level Rp10.435 per dolar.
 
Senada, Menteri Keuangan M. Chatib Basri juga menyerukan kewaspadaan pemerintah terhadap perkembangan kebijakan the Fed.
 
Menurutnya tahun depan bahkan akan lebih berat jika perekonomian Cina tak berubah. Kalau ekonomi China melambat harga komoditi bisa menurun, katanya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper